Laba Bank Mega Turun 59,61%
Laba perusahaan tentu saja kadang naik dan kadang turun, seperti yang dialami oleh PT Bank Mega Tbk (MEGA) yang membukukan penurunan laba sebelum pajak sekitar 59,61 persen menjadi Rp 633 miliar pada 2013 dibanding tahun sebelumnya Rp 1,566 triliun. Penurunan tersebut bisa jadi dikarenakan kinerja pada tahun lalu yang belum maksimal. Faktor lainnya adalah  faktor eksternal berupa penurunan nilai aset surat berharga yang dimiliki oleh perseroan sesuai dengan harga pasar pada penutupan akhir 2013. Selain dua hal tersebut, penurunan laba juga terjadi dikarenakan peningkatan cost of fund yang diakibatkan oleh kenaikan suku bunga di pasar akibat ketatnya persaingan juga turut mempengaruhi kinerja.
Cita Mineral Raih Pinjaman US$ 400 Juta
Jika sebelumnya JA Wattie yang mencaari pinjaman Rp 300 Miliar, berbeda kali ini dengan PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) melalui anak usahanya, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) yang meraih pinjaman perbankan senilai US$ 330-400 juta. Ada beberapa bank sebagai debitor. Adapun dana hasil pinjaman tersebut akan digunakan untuk membangun pabrik pengolahan (refinery) berupa smelter grade aluminium (SGA). Ini sejalan dengan larangan pemerintah mengekspor bijih mineral mentah. Diyakini oleh pihak Cita Mineral jika tak mengambil utang itu, dalam 10 tahun ke depan, akan menderita rugi. Namun jika meminjam, maka pada 2016, CITA bisa meraup laba bersih Rp 446,79 miliar.  Laba bersih juga akan terus bertambah menjadi Rp 1,59 triliun pada tahun 2023.
Sido Muncul Raup Laba Rp 405,9 Miliar
Jika telah diberitakan sebelumnya bahwa Bank Mega mengalami penurunan laba, berbeda dengan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) yang mencatatkan laba bersih tahun lalu sebesar Rp 405,9 miliar atau naik 4,7% dibanding tahun sebelumnya senilai Rp 387,5 miliar. Peningkatan laba perseroan, ditopang oleh pendapatan keuangan dan pendapatan lain-lain yang mengalami peningkatan signifikan dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan laba tersebut tidak diimbangi dengan penjualan perseroan tahun lalu turun tipis 0,8% menjadi sebesar Rp 2,37 triliun dari sebelumnya Rp 2,39 triliun. Adapun untuk tahun ini perseroan menargetkan penjualan produk ekstrak obat-obatan sebesar Rp 200 – 300 miliar. Dan untuk mendukung rencana tersebut, perseroan berencana membangun pabrik ekstrak obat-obatan herbal tahun ini dengan penyediaan dana yang cukup berani.
Adaro Berpotensi Bukukan Lonjakan Laba
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) berpeluang meraih lonjakan laba bersih tahun ini. Laba diprediksi melonjak menjadi US$ 310 juta pada 2014 dibandingkan realisasi tahun lalu US$ 231,2. Hal tersebut akan tercapai jika perseroan mampu mempertahankan biaya penambangan tetap murah dan stripping ratio rendah. Selain itu, perseroan juga harus mampu untuk mempertahankan biaya penambangan batubara senilai US$ 35-37 per ton. Sedangkan stripping ratio stabil pada level 5,7 kali. Volume penjualan dan produksi batubara juga harus tetap bertumbuh sama seperti tahun lalu dengan kenaikan masing-masing 11% dan 10%. Sedangkan harga jual diprediksi tetap stabil tahun ini.
IPO Wika Beton Dipredikasikan Meningkat
Senada dengan PT Adaro Energy, PT Wijaya Karya (Wika) memprediksikan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana saham yang meningkat seiring dengan rencana pengembangan pabrik di empat wilayah, yaitu Cilegon, Makassar, Lampung, dan Pasuruan. Adapun pembangunan infrastruktur yang merupakan program Pemerintah hingga dua tahun mendatang dipastikan akan meningkatkan bisnis komoditas beton. Sementara itu, harga saham perdana PT Wika Beton yang ditawarkan kepada publik pada kisaran Rp470-Rp630 per lembar saham, sedangkan jumlah yang akan dilepas sebanyak 2.045.466.600 lembar atau setara dengan 23,47 persen total saham perusahaan tersebut. Wika Beton membukukan pendapatan usaha sebesar Rp2,64 triliun untuk tahun buku 2013 atau naik dibanding tahun sebelumnya yakni Rp2,03 triliun, sedangkan laba bersih juga naik sebesar Rp241,21 miliar dibanding 2012 sebesar Rp179,37 miliar.

Daftar gratis di Olymp Trade: