Gojek saat ini sedang naik daun dan telah menguasai pasar ojek online Indonesia. Walaupun ada kompetitor besarnya GrabBike, namun Gojek tidak terbendung. Selain ojek online (GoRide), Gojek juga menyediakan layanan-layanan lainnya seperti GoFood, GoMart, GoMassage, dan GoSend. Berdasarkan wawancara dengan Tempo.co tahun lalu, CEO Go-Jek Nadiem Makarim mengatakan bahwa ia tidak akan menyerah dalam persaingan melawan kompetitor dari jiran. Walaupun Nadiem mengelak ketika disebut memanfaatkan isu nasionalisme untuk memenangkan pesaiangan dengan GrabBike, namun ia juga mengatakan bahwa berdasarkan masukan yang diterima perusahaannya, mayoritas pelanggan memilih Go-Jek karena alasan nasionalisme. Dengan tag-line “Karya anak bangsa” dapat dibilang Go-jek menggunakan nasionalisme untuk melawan Grab-Bike. Dengan investasi yang diterima Gojek dari Sequoia Capital dan programmer-programmer India yang membantu pengembangan aplikasi mereka, Go-Jek sesungguhnya sudah menjadi karya multi nasional.

Nadiem pernah menggunakan alasan nasionalisme untuk mengajak pengemudi GrabBike untuk pindah ke Go-Jek, yang merupakan produk bangsa sendiri. Hal itu sempat menuai sorotan di sosial media dan mendapatkan komentar negatif dari netizen. Nasionalisme dapat digunakan untuk menarik simpati masyarakat, namun jika dilakukan terlalu vulgar atau menyerang pihak lain (asing) yang ada malah akan menjatuhkan. Hal yang sama terjadi ketika promosi film indonesia Battle of Surabaya yang di rilis bersamaan dengan film animasi buatan Pixar Inside Out. Untuk promo Battle of Surabaya, dibuat akun Facebook yang mengajak netizen untuk menonton film tersebut dibanding Inside Out dengan membawa embel-embel harga diri bangsa. Promo tersebut menjadi blunder dan malah menurunkan minat untuk menonton film tersebut bagi beberapa orang.

Marketing nasionalisme

Jika dieksekusi dengan benar, nasionalisme dapat di gunakan untuk pemasaran produk dan jasa kita. Selain Gojek, beberapa pemasaran yang menggunakan nasionalisme antara lain:

  • Iklan Maspion di televisi yang terkenal menggunakan tagline “Cintai produk-produk Indonesia!” oleh sang pemilik Alim Markus. Kampanye tersebut juga mengajak kita untuk mencintai dan menggunakan produk-produk Indonesia.
  • Pertarungan Pilpres 2014 juga diwarnai dengan isu nasionalisme dimana salah satu calon menggambarkan ia lebih nasionalis dan lebih ingin membatasi investasi asing. Harapannya adalah memperoleh suara dari pihak-pihak yang mementingkan nasionalisme.
  • Ketika 17 Agustus, banyak program pemasaran contoh diskon dilakukan untuk mengenjot brand awareness dan penjualan. Contohnya iklan yang mengajak merayakan 17 Agustus dengan membeli menu tertentu akan mendapatkan es krim gratis.

serbapromosi-mc-donald

  • Coffee Toffee yang merupakan cafe coffee lokal yang mengusung 100% bahan lokal dan mereka bangga dengan kelokalannya. Perusahan mempunyai tujuan membangkitkan produk nasional dengan memanfaatkan sumber daya lokal (kopi) yang berkualitas dan tenaga kerja lokal. Coffee Toffee mempunyai campaign “Yes, I Drink Indonesian Coffee” yang mereka gaungkan ke seluruh Indonesia.

Jika produk atau layanan yang diberikan bisnis anda mempunyai kompetitor asing, maka dapat di coba strategi nasionalisme. Contoh nasionalisme yang dapat anda jual adalah dengan menggunakan produk lokal, maka hal tersebut akan mendukung perekononiam nasional dan membantu Indonesia bersaing di pasar global. Dengan menggunakan produk lokal maka akan tercipta lapangan kerja baru, dan membantu pemerintah mengurangi pengangguran. Cerita tersebut dapat anda tambahkan dengan memberitakan tentang profil pekerja yang mendapat penghasilan dari bisnis anda dan bagaimana hal tersebut sangat membantu keluarganya. Masyarakat banyak yang suka dengan cerita-cerita ini menggugah seperti ini. Anda juga dapat meniru strategi-strategi perusahaan yang menjual nasionalisme seperti contoh di atas.

Selamat mencoba

Daftar gratis di Olymp Trade: